Bojonegoro: Kasus warga miskin yang disidang di pengadilan tanpa memiliki dasar hukum yang kuat, makin membuat miris. Di Bojonegoro, Jawa Timur, pasangan suami-isteri Supriyono dan Sulasrti, menjadi pesakitan di Pengadilan Negeri Bojonegoro, Selasa (19/1).
Keduanya pun harus hidup terpisah di dalam LP Bojonegoro selama lebih dari tiga bulan.
Supriyono dan Sulastri mendekam di tahanan karenadituduh mencuri setandang pisang, senilai Rp 15 ribu. Keduanya dilaporkan Maskun, selaku pemilik pisang, serta Bambang dan Muis ke polisi. Akibat laporan itu, keduanya pun diproses secara hukum lewat pengadilan. Saat keduanya menjalani sidang di Pengadilan Negeri Bojonegoro, Selasa (19/1), ruang sidang pun dipadati pengunjung. Terdakwa yang tergolong tidak mampu ini pun didampingi enam penasehat hukum. Mereka prihatin, karena pasangan suami-istri itu dituduh tanpa punya bukti yang kuat.
Seperti saat jaksa menghadirkan ketiga saksi, Maskun, Bambang dan Muis, di ruang sidang. Ketiganya tidak bisa menjawab pertanyaan penasehat hukum, sehingga sempat mendapat cemoohan pengunjung. “Mereka menuduh klien saya mencuri pisang, tapi mereka tidak bisa menjelaskan kapan pisang itu dicuri,” jelas Mustain, salah seorang penasehat hukum terdakwa. Proses hukum atas kasus ini pun terasa janggal. Meski tidak ada bukti Supriyono-Sulastri telah mencuri setandan pisang, polisi dan jaksa tetap memproses kasus ini. Kasus ini pun sudah didamaikan di tingat RT dan desa, disaksikan pihak kepolisian. Namun pasangan suami istri ini tetap dimeja-hijaukan.
Kini, sudah tiga bulan mereka mendekam di LP Bojonegoro, sebagai tahanan titipan polisi. Kondisi ini sangat kontras dengan mantan Ketua DPRD Bojonegoro, Tamam Syaifudin dan mantan Sekda Bojonegoro, Bambang Santoso. Meski juga berstatus terdakwa dalam kasus korupsi yang merugikan negara ratusan juta rupiah, keduanya justru tidak perlu menjalani penahanan. Padahal mereka juga menjalani di sidang di pengadilan yang sama. (ETA)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar